TUGAS
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
AMDAL
INDUSTRI KERTAS
Disusun oleh :
Achmad Imam Sya’roni (121910101118)
PROGRAM STUDI
S-1
TEKNIK MESIN JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS JEMBER
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pembangunan
yang pesat di Kabupaten Pelalawan memberikan pula dampak negatif berupa meningkatnya tekanan
terhadap lingkungan. Hal ini terjadi karena pembangunan yang kurang memperhatikan daya dukung dan daya tampung lingkungan setempat, yang pada akhirnya
meningkatkan pencemaran dan kerusakan lingkungan. Pencemaran
dan kerusakan lingkungan hidup tersebut menjadi beban sosial, yang pada akhirnya
masyarakat dan pemerintah yang harus menanggung biaya pemulihannya.
Apabila hal
ini dibiarkan terus menerus akan berakibat pada
masalah-masalah yang semakin kompleks dan sulit penanganannya. Oleh karenanya
pembangunan yang harus dilakukan
adalah pembangunan yang berwawasan lingkungan yaitu pembangunan yang
memadukan lingkungan hidup dengan sumber daya alam, untuk mencapaikeberlanjutan
pembangunan yang menjadi jaminan bagi kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk meminimasi dampak negatif yang timbul dari suatu kegiatan maka dilakukan penyusunan kajian kelayakan lingkungan
berupa AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup)atau UKL & UPL (Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup).
Kedua instrumen lingkungan ini disatu sisi merupakan kajian kelayakan
lingkungan bagi kegiatan yang akan memulai usaha tetapi disisi lain juga
merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin memulai usaha.
Sehingga melalui dokumen ini dapat diketahui dampak yang akan timbul dari suatu
kegiatan kemudian bagaimana dampak-dampak tersebut dikelola baik dampak negatif maupun dampak positif.
Pada
kenyataannya studi kelayakan yang dilakukan oleh para pengusaha baik dalam bentuk Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan Hidup maupun Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup tidak selalu mendapatkan hasil yang
optimal.
Gagasan : Penguatan AMDAL
sebagai Instrumen Pengelolaan Lingkungan Hidup, hasil yang tidak optimal tersebut pada
umumnya disebabkan oleh berbagai faktor
yaitu :
1. AMDAL
dan implementasinya oleh pemrakarsa dipandang sebagai beban.
2. Tidak
ada insentif dan disinsentif bagi pemrakarsa yang :
a. Menyusun dan tidak menyusun AMDAL
b. Menyusun AMDAL secara benar dan baik dengan yang asal jadi
c. Mengimplementasikan hasil AMDAL dengan tidak berniat
melaksanakan.
3. AMDAL
lebih dipandang sebagai instrumen perijinan daripada sebagai
instrumen pencegahan dampak lingkungan
instrumen pencegahan dampak lingkungan
4. Lemahnya
penegakan hukum.
a. Kegiatan/usaha yang tidak menyusun AMDAL
b. Kegiatan/usaha yang melakukan penyusunan AMDAL pada saat
konstruksi atau kegiatan usaha telah berjalan.
konstruksi atau kegiatan usaha telah berjalan.
c. Kegiatan/usaha yang tidak mengimplementasikan hasil
AMDAL
5. Belum
ada integrasi antara AMDAL, Ijin lokasi dan Ijin operasi.
Berdasarkan hasil
evaluasi dan restropeksi terhadap 5 dokumen
Amdal dari beberapa proyek di Jawa Tengah yang dilakukan oleh Hadi (1995), ditemukan bahwa :
1. Tidak
teridentifikasinya kegiatan yang menimbulkan dampak.
2. Kurang cermatnya mengidentifikasi dampak melalui suatu proses di
lapangan.
3. Dampak
yang tidak teridentifikasi tidak ada upaya pengelolaan lingkungan.
4. Belum semua dokumen memperkirakan dampak dengan pendekatan-
pendekatan yang
umum dipakai yakni pendekatan formal, matematis maupun analogi.
umum dipakai yakni pendekatan formal, matematis maupun analogi.
Penyusunan
kajian AMDAL maupun UKL&UPL hingga saat ini telah
dapat diterapkan di Kabupaten Tangerang, namun demikian dokumen lingkungan
tersebut sebagai dasar kebijakan perusahaan dalam pelaksanaan pengelolaan
lingkungan belum berdaya guna sebagaimana yang diharapkan. Masih ada yang
pemrakarsa yang tidak melaksanakan pengelolaan dan pemantauan sebagaimana
yang tercantum dalam dokumen lingkungan sehingga masih saja terjadi
pencemaran.
dapat diterapkan di Kabupaten Tangerang, namun demikian dokumen lingkungan
tersebut sebagai dasar kebijakan perusahaan dalam pelaksanaan pengelolaan
lingkungan belum berdaya guna sebagaimana yang diharapkan. Masih ada yang
pemrakarsa yang tidak melaksanakan pengelolaan dan pemantauan sebagaimana
yang tercantum dalam dokumen lingkungan sehingga masih saja terjadi
pencemaran.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka diperlukan kajian yang
komprehensif untuk mengungkap pelaksanaan pengelolaan dan
pemantauan lingkungan pada beberapa industri di Kabupaten
Tangerang dengan mengevaluasi pelaksanaan kewajiban pengelolaan dan pemantauan lingkungan sesuai dengan yang
tercantum dalam kajian
lingkungan baik AMDAL atau UKL & UPL.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan
gambaran diatas, peneliti mencoba mengidentifikasi permasalahan yang ada
di Kabupaten Tangerang berupa pertanyaan penelitian, yaitu :
1.
Apakah rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan telah diimplementasikan oleh Industri?
2.
Bagaimana keterlibatan masyarakat sekitar industri dalam pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan?
3.
Bagaimana pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan
dan pemantauan lingkungan yang telah dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup
dan instansi terkait lainnya
1.3 Tujuan
Penelitian
Tujuan dari
penelitian ini yaitu :
1. Mengevaluasi
sejauh mana rencana pengelolaan lingkungan yang tercantum dalam
dokumen AMDAL atau UKL & UPL diimplementasi oleh industri yang ada di Kabupaten Tangerang.
2. Mengidentifikasi
keterlibatan masyarakat dalam pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan
3. Mengajukan
usulan pengawasan pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan oleh Dinas Lingkungan Hidup dan
instansi terkait lainnya.
1.4 Hipotesis
Hipotesa
adalah jawaban Sementara dalam penelitian, di dalam penulisan ini penulis
mengajukan hipotesa sebagai berikut “ Terdapat dampak negatif dari limbah
pabrik terhadap lingkungan sehingga perlu adanya AMDAL”
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Dampak
Industri Terhadap Lingkungan
Pada
dasarnya kegiatan suatu industri adalah mengolah masukan (input) menjadi
keluaran (output). Keluaran yang dihasilkan suatu industri adalah
berupa produk yang diinginkan beserta limbah. Limbah dapat yang bernilai ekonomis
sehingga dapat dijual atau dipergunakan kembali dan yang tidak bernilai ekonomis
yang akan menjadi beban lingkungan. Limbah ini dikeluarkan melalui media udara, air dan tanah yang merupakan
komponen ekosistem alam.
Lingkungan,
yang merupakan wadah penerima akan menyerap bahan limbah tersebut sesuai dengan kemampuan asimilasinya. Kemampuan
lingkungan untuk memulihkan diri
sendiri karena interaksi pengaruh luar, disebut daya tampung
lingkungan. Daya tampung lingkungan antara tempat yang satu dengan tempat yang lain berbeda.
Bahan
pencemar yang masuk ke dalam lingkungan akan berinteraksi dengan satu atau
lebih komponen lingkungan. Perubahan komponen lingkungan secara fisika, kimia
dan biologi sebagai akibat dari adanya bahan pencemar akan mengakibatkan
perubahan kualitas
lingkungan.Limbahyangmengandungbahan pencemar akan mengubah kualitas bila lingkungan tersebut tidak mampu memulihkan
kondisinya sesuai dengan daya dukung yang ada padanya. Oleh karena itu sangat
perlu diketahui sifat limbah dan komponen bahan pencemar yang terkandung dalam limbah tersebut.
Menurut
Hukum Termodinamika II produksi dan konsumsi selalu diikuti
dengan kenaikan entropi. Terjadinya limbah dan pencemaran merupakan
manifestasi kenaikan entropi. Industri tidak dapat menghindari hukum ini. Limbah
terbentuk dari proses produksi sampai barang selesai dikonsumsi. Secara umum
dapat dikatakan semakin tinggi tingkat produksi dan konsumsi semakin tinggi
pula tingkat limbah yang terbentuk. Kota dengan tingkat hidup yang tinggi
menghasilkan limbah yang lebih besar dibanding kota dengan tingkat hidup yang
rendah.
dengan kenaikan entropi. Terjadinya limbah dan pencemaran merupakan
manifestasi kenaikan entropi. Industri tidak dapat menghindari hukum ini. Limbah
terbentuk dari proses produksi sampai barang selesai dikonsumsi. Secara umum
dapat dikatakan semakin tinggi tingkat produksi dan konsumsi semakin tinggi
pula tingkat limbah yang terbentuk. Kota dengan tingkat hidup yang tinggi
menghasilkan limbah yang lebih besar dibanding kota dengan tingkat hidup yang
rendah.
Pertumbuhan industri pada negara-negara berkembang justru memberikan
kontribusi terhadap perusakan lingkungan. World Resource Institute menyebutkan
pada tahun 1990-an pertumbuhan industri di negara-negara berkembang mencapai
5,6% bila dibandingkan dengan pertumbuhan di negara-negara yang sudah maju
(1%) (Surna T. Djajadiningrat, 2004). Pada umumnya industri yang tumbuh di
negara berkembang adalah industri kimia, kertas, tekstil dan pertambangan, yang
merupakan industri dengan kadar pencemaran pada udara, air maupun terhadap
lahan/tanah.
kontribusi terhadap perusakan lingkungan. World Resource Institute menyebutkan
pada tahun 1990-an pertumbuhan industri di negara-negara berkembang mencapai
5,6% bila dibandingkan dengan pertumbuhan di negara-negara yang sudah maju
(1%) (Surna T. Djajadiningrat, 2004). Pada umumnya industri yang tumbuh di
negara berkembang adalah industri kimia, kertas, tekstil dan pertambangan, yang
merupakan industri dengan kadar pencemaran pada udara, air maupun terhadap
lahan/tanah.
Permasalahan lain yang terjadi di negara berkembang adalah belum
adanya struktur hukum dan kelembagaan yang efektif untuk mengahadapi isu
pengendalian pencemaran. Laporan terakhir menyebutkan dalam Laporan Komisi
WHO Mengenai Kesehatan dan Lingkungan (2001) bahwa ”hanya sedikit standar
kesehatan untuk membatasi pemaparan di tempat kerja; di sebagian besar negara,
proses penetapan standar baru pada tahap mengatur praktek kerja atau pemaparan
terhadap bahan toksik tidak ada, standar-standar sering tidak diterapka oleh karena
alasan politik atau ekonomi atau oleh karena pengawasnya tidak cukup terlatih.
Tambahan pula kebutuhan-kebutuhan ijin untuk industri yang baru jarang
mencakup dampak lingkungan sehingga menjadi sulit bagi pemerintah untuk
memperkirakan efek dari penggunaan bahan kimia dan proses dari industri tersebut.
adanya struktur hukum dan kelembagaan yang efektif untuk mengahadapi isu
pengendalian pencemaran. Laporan terakhir menyebutkan dalam Laporan Komisi
WHO Mengenai Kesehatan dan Lingkungan (2001) bahwa ”hanya sedikit standar
kesehatan untuk membatasi pemaparan di tempat kerja; di sebagian besar negara,
proses penetapan standar baru pada tahap mengatur praktek kerja atau pemaparan
terhadap bahan toksik tidak ada, standar-standar sering tidak diterapka oleh karena
alasan politik atau ekonomi atau oleh karena pengawasnya tidak cukup terlatih.
Tambahan pula kebutuhan-kebutuhan ijin untuk industri yang baru jarang
mencakup dampak lingkungan sehingga menjadi sulit bagi pemerintah untuk
memperkirakan efek dari penggunaan bahan kimia dan proses dari industri tersebut.
Perlu dilakukan penetapan kualitas lingkungan untuk mengendalikan pencemaran
mengingat program industrialisasi sebagai salah satu sektor
yang memberikan andil besar terhadap perekonomian dan kemakmuran suatu
bangsa berbalik menjadi sumber bencana
2.2 Konsep
Industri Berwawasan Lingkungan
Usaha pengendalian pencemaran dapat dilakukan melalui berbagai upaya. Pembangunan industri di Indonesia lebih menitik beratkan pada aspek pertumbuhan ekonomi telah menjadikan pertumbuhan di sektor lain tidak seimbang.
Aspek sosial-budaya dan aspek lingkungan seperti diabaikan. Setelah muncul
berbagai masalah barulah disadari bahwa pembangunan
berkelanjutan adalah suatu keharusan. Menurut World Comission on Environment and Development (1987),
Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan
yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka
sendiri.
Gagasan Pembangunan berkelanjutan atau dikenal juga dengan pembangunan berwawasan lingkungan secara bertahap mulai dimasukkan kedalam
kebijakan dan perencanaan pembangunan nasional. Hal ini terlihat dari
diberlakukannya UndangUndang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuanketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan yang selanjutnya direvisi dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan dan
Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986 yang kemudian direvisi dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 dan direvisi kembali dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan.
diberlakukannya UndangUndang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuanketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan yang selanjutnya direvisi dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan dan
Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986 yang kemudian direvisi dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 dan direvisi kembali dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan.
2.3 Kebijakan Pengelolaan Lingkungan
Lingkungan hidup merupakan hal pokok yang harus diperhitungkan dalam
setiap kegiatan manusia, karena untuk memenuhi kebutuhan hidupnya akan selalu
terkait dengan lingkungan. Fungsi lingkungan bagi manusia, pertama adalah
sebagai ruang bagi keberadaannya juga sebagai sumberdaya untuk memenuhi
kebutuhannya. Selain fungsi lingkungan yang sifatnya tereksploitasi untuk
memenuhi kebutuhan hidup, manusia juga mempunyai ketergantungan terhadap
lingkungan. Karenanya perlu dilakukan pengelolaan lingkungan untuk mengatur
sehingga kegiatan manusia berupa pembangunan dapat berlangsung secara
berkelanjutan.
setiap kegiatan manusia, karena untuk memenuhi kebutuhan hidupnya akan selalu
terkait dengan lingkungan. Fungsi lingkungan bagi manusia, pertama adalah
sebagai ruang bagi keberadaannya juga sebagai sumberdaya untuk memenuhi
kebutuhannya. Selain fungsi lingkungan yang sifatnya tereksploitasi untuk
memenuhi kebutuhan hidup, manusia juga mempunyai ketergantungan terhadap
lingkungan. Karenanya perlu dilakukan pengelolaan lingkungan untuk mengatur
sehingga kegiatan manusia berupa pembangunan dapat berlangsung secara
berkelanjutan.
Pembangunan
berkelanjutan bermula dari buku
yang diterbitkan oleh WCED (1987), yang berarti
memenuhi kebutuhan saat ini dengan mengusahakan keberlanjutan bagi generasi yang akan datang. Pembangunan berkelanjutan
mengutamakan tiga hal yaitu ekonomi, lingkungan dan sosial, dengan
berfokus pada tiga dimensi ini diharapkan dapat mengurangi atau bahkan
menghentikan kerusakan lingkungan yang
telah terjadi selama ini.
1. Peraturan
Perundangan Mengenai AMDAL/UKL&UPL
Pembangunan
yang berlangsung saat ini baik langsung maupun
tidak langsung akan memberikan tekanan terhadap lingkungan yang beresiko mencemari
dan merusak lingkungan. Oleh karenanya pembangunan seharusnya mengikuti
konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu pembangunan
dilakukan tidak hanya secara fisik tetapi juga dengan mempertimbangkan kelestarian sumberdaya alam serta kesejahteraan manusia di
sekitarnya.
Gagasan
Pembangunan Berkelanjutan secara bertahap mulai dimasukkan
kedalam kebijakan dan perencanaan pembangunan nasional. Hal ini terlihat dari
diberlakukannya peraturan perundangan mengenai pengelolaan lingkungan hidup
yaitu :
kedalam kebijakan dan perencanaan pembangunan nasional. Hal ini terlihat dari
diberlakukannya peraturan perundangan mengenai pengelolaan lingkungan hidup
yaitu :
1. Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang berisi :
a Pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup dimaksudkan untuk melestarikan
dan mengembangkan kemampuan lingkungan hidup yang serasi, selaras dan seimbang guna menunjang terlaksananya pembangunan berkelanjutan
serta dengan memperhatikan tingkat kesadaran masyarakat serta perkembangan lingkungan global.
b Setiap orang mempunyai hak yang sama atas lingkungan hidup yang baik dan sehat,
mempunyai hak atas informasi yang berkaitan dengan peran
dalam pengelolaan lingkungan hidup dan setiap orang berhak dan berkewajiban
untuk berperan serta dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup serta
berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan
hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.
2.Peraturan Pemerintah Nomor 27
Tahun 1999 tentang Analisi Mengenai Dampak Lingkungan, menyebutkan bahwa :
a. Pasal 1, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah kajian mengenai
dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan
yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan
usaha dan/atau kegiatan.
b. Pasal 3 ayat 4, Bagi rencana usaha dan/atau kegiatan di luar usaha dan/atau kegiatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib melakukan upaya pengelolaan
lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup yang pembinaannya berada pada instansi yang
membidangi usaha dan/atau kegiatan.
3.Pelaksanaan Peraturan Pemerintah tentang AMDALini telah dituangkan dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup maupun
Kepala Bapedal, yaitu :
a. Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup RI Nomor 17 tahun 2001
tentang jenis usaha atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan analisis
mengenai dampak lingkungan.
tentang jenis usaha atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan analisis
mengenai dampak lingkungan.
b. Keputusan Kepala Bapedal Nomor : Kep.056 Tahun 1994 tentang Pedoman Ukuran
Dampak Penting.
Dampak Penting.
2. Peraturan
Perundangan AMDAL/UKL&UPL pada Sektor Industri Industri
yang wajib melakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL) tercantum dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 17 tahun 2001, kegiatan bidang perindustrian pada umumnya menimbulkan pencemaranair, udara, tanah, gangguan kebisingan, bau, dan getaran. Beberapa jenis industri menggunakan air dengan volume sangat besar,
yang diperoleh baik dari sumber air tanah ataupun air permukaan. Penggunaan air
ini berpengaruh terhadap sistem hidrologi sekitar. Berbagai potensi pencemaran,
gangguan fisik dan gangguan pasokan air tersebut di atas menimbulkan dampak
sosial. Beberapa jenis industri yang sudah memiliki teknologi memadai untuk
mengatasi dampak negatif yang muncul, sehingga tidak termasuk dalam daftar
berikut, tetapi menggunakan areal yang luas tetap wajib dilengkapi dengan
AMDAL (nomor 15), terdiri dari :
(AMDAL) tercantum dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor 17 tahun 2001, kegiatan bidang perindustrian pada umumnya menimbulkan pencemaranair, udara, tanah, gangguan kebisingan, bau, dan getaran. Beberapa jenis industri menggunakan air dengan volume sangat besar,
yang diperoleh baik dari sumber air tanah ataupun air permukaan. Penggunaan air
ini berpengaruh terhadap sistem hidrologi sekitar. Berbagai potensi pencemaran,
gangguan fisik dan gangguan pasokan air tersebut di atas menimbulkan dampak
sosial. Beberapa jenis industri yang sudah memiliki teknologi memadai untuk
mengatasi dampak negatif yang muncul, sehingga tidak termasuk dalam daftar
berikut, tetapi menggunakan areal yang luas tetap wajib dilengkapi dengan
AMDAL (nomor 15), terdiri dari :
1. Industri
Semen (yang dibuat melalui produksi klinker)
2. Industri pulp atau
industri kertas yang terintegrasi dengan industri pulp (tidak
termasuk pulp dari kertas bekas dan pulp dari industri kertas budaya)
termasuk pulp dari kertas bekas dan pulp dari industri kertas budaya)
3. Industri
petrokimia hulu
4. Industri pembuatan
besi dasar atau baja dasar (iron and steel making) meliputi
usaha pembuatan besi dan baja dalam bentuk dasar seperti pellet bijih besi,
besi spons, besi kasar/pig iron, paduan besi/alloy, ingot baja, pellet baja, baja
bloom, dan baja slab.
usaha pembuatan besi dan baja dalam bentuk dasar seperti pellet bijih besi,
besi spons, besi kasar/pig iron, paduan besi/alloy, ingot baja, pellet baja, baja
bloom, dan baja slab.
5. Industri
pembuatan timah (Pb) dasar termasuk industri daur ulang.
6. Industri pembuatan
tembaga (Cu) dasar/katoda tembaga (bahan baku dari Cu konsentrat).
7. Industri
pembuatan alumunium dasar (bahan baku dari alumina)
8. Kawasan
industri (termasuk komplek industri terintegrasi)
9. Industri
galangan kapal dengan sistem graving dock
10. Industri
pesawat terbang
11. Industri
senjata, amunisi dan bahan peledak
12. Industri
baterai kering (yang menggunakan merkuri/Hg).
13. Industri
baterai basah (akumulator listrik).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Prosedur dan Proses Penyusunan AMDAL/UKL & UPL
Penyusunan AMDAL/UKL&UPL melalui prosedur dan proses yang telah ditentukan
dalam Peraturan Pemerintan Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisa Mengenai
Dampak Lingkungan dan
keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup serta peraturan lainnya.
Heer &
Hagerty (1977) mendefinisikan AMDAL
sebagai penaksiran dengan mengemukakan nilai-nilai kuantitaif
pada beberapa parameter tertentu yang penting dimana hal tersebut
menunjukkan kualitas lingkungan sebelum, selama
dan setelah adanya aktivitas.
Battele Institute (1978) mengemukakan pengertian AMDAL sebagai
penaksiran atas semua faktor lingkungan yang relevan dan pengaruh sosial
yang terjadi sebagai akibat dari
aktivitas suatu proyek.
Dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan
Pasal 1 menyatakan bahwa AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar
dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang diakibatkan oleh suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
Tujuan pengelolaan lingkungan hidup adalah terlaksananya pembangunan berwawasan
lingkungan dan terkendalinya pemanfaatan sumberdaya alam secara bijaksana. Agar tujuan tersebut dapat tercapai
maka sejak awal perencanaan sudah harus memperkirakan perubahan
kondisi lingkungan, baik yang positif maupun negatif, dengan
demikian dapat dipersiapkan langkah-langkah pengelolaannya. Cara untuk mengkaji perubahan kondisi tersebut
melalui studi AMDAL.
AMDAL bertujuan untuk mengkaji kemungkinan-kemungkinan
perubahan kondisi lingkungan baik biogeofisik maupun sosial ekonomi dan budaya akibat adanya suatu kegiatan pembangunan.
AMDAL bertujuan untuk mengkaji kemungkinan-kemungkinan
perubahan kondisi lingkungan baik biogeofisik maupun sosial ekonomi dan budaya akibat adanya suatu kegiatan pembangunan.
3.2 Prosedur Penyusunan AMDAL/UKL &
UPL
Kajian
kelayakan lingkungan diperlukan bagi kegiatan/usaha yang akan mulai
melaksanakan proyeknya, sehingga dapat diketahui dampak yang akan
timbul dan bagaimana cara pengelolaannya. Proyek di sini bukan hanya pembangunan fisik saja tetapi mulai dari
perencanaan, pembangunan fisik sampai proyek tersebut berjalan bahkan sampai proyek tersebut berhenti masa
operasinya. Jadi lebih
ditekankan pada aktivitas manusia di dalamnya.
Kajian kelayakan lingkungan adalah salah satu syarat untuk mendapatkan perijinan yang
diperlukan bagi suatu kegiatan/usaha, seharusnya dilaksanakan bersama-sama
dengan kajian kelayakan teknis dan ekonomi. Dengan demikian ketiga kajian
kelayakan tersebut dapat sama-sama memberikan masukan untuk dapat menghasilkan
keputusan yang optimal bagi kelangsungan proyek, terutama dalam menekan
dampak negatif yang biasanya dilakukan dengan pendekatan teknis sehingga didapat biaya yang lebih murah.
Secara umum
proses penyusunan kelayakan lingkungan dimulai dengan proses penapisan
untuk menentukan studi yang akan dilakukan menurut jenis proyeknya, wajib
menyusun AMDAL atau UKL & UPL. Proses penapisan inimengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI Nomor 17
tahun 2001 tentang Jenis Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi
Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Jika usaha atau kegiatan
tersebut tidak termasuk dalam daftar
maka wajib menyusun Upaya Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan (UKL & UPL).
Gambar :
Prosedur AMDAL
Kerangka
Acuan Analisis Dampak Lingkungan yang diajukan
kepada instansi yang bertanggung jawab mengendalikan dampak lingkungan untuk mendapat
persetujuan, selanjutnya kerangka acuan ini menjadi dasar penyusunan ANDAL
dan RKL & RPL yang kemudian dipresentasikan di Komisi AMDAL.Hasil penilaian
Komisi berupa tiga kemungkinan yaitu pertama tidak lengkap sehingga harus diperbaiki, keduaditolak
karena tidak teknologi untuk pengelolaan lingkungannya
dan ketiga disetujui yang berarti kegiatan dapat dilaksanakan.
Sedangkan
kegiatan yang tidak menimbulkan dampak besar dan penting diwajibkan menyusun Upaya Pengelolaan dan
Pemantauan Lingkungan (UKL & UPL), prosedur penyusunannya yaitu
pemrakarsa melakukan studi kelayakan lingkungan sesuai dengan format yang
berlaku selanjutnya dikonsultasikan dan diajukan kepada instansi yang bertanggung jawab mengendalikan dampaklingkungan untuk mendapatkan persetujuan.
Proses
penyusunan dokumen UKL & UPL lebih sederhana dibandingkan dengan
penyusunan AMDAL, karena kegiatan yang wajib menyusun UKL & UPL adalah kegiatan yang telah diketahui dampak potensial yang harus dikelolanya dan telah jelas pula cara
pengelolaannya.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Hasil pengkajian terhadap pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan
pada sektor industri dapat disimpulkan
bahwa :
1. Pelaksanaan
pengelolaan dan pemantauan yang dilakukan oleh industri masih pada tahap pengelolaan limbah yang dihasilkan
oleh industri belum mengarah pada
kesadaran untuk kelestarian lingkungan.
2. Pelaku usaha industri masih menganggap bahwa kewajiban untuk mengimplementasikan pengelolaan dan pemantauan
lingkungan masih merupakan beban yang memberatkan darisegi
biaya, dan industri belum merasakan keuntungan secara langsung dari kegiatan pengelolaan dan pemantauan yang telah dilakukan.
3. Pengelolaan
lingkungan yang dilakukan oleh industri masih sebatas meredam protes atau
mencegah terjadinya gejolak oleh masyarakat di sekitar lokasi industri, belum mencakup pengelolaan lingkungan
secara utuh.
4. Keterlibatan dan kepedulian masyarakat di sekitar industri terhadap pelaksanaan pemantauan dan pengelolaan lingkungan
yang dilakukan industri relatif masih rendah, masyarakat
masih beranggapan bahwa industri
yang memberikan banyak bantuan dan menyerap banyak tenaga kerja lokal merupakan
industri yang telah peduli terhadap lingkungan. Masyarakat tidak
mempermasalahkan apakah industri tersebut mencemari lingkungan atau tidak. Sebagian masyarakat yang berkeinginan
terlibat dalam pengelolaan danpemantauan lingkungan tidak mempunyai
akses untuk dapat terlibat dalam pelaksanaan
pengelolaan dan pemantauan lingkungan.
5. Pengawasan
yang dilakukan oleh
instansi terkait dibidang lingkungan di kabupaten
Pelalawan masih bersifat pasif dan reaktif, yaitu hanya menunggu pelaporan
dari pihak industri dan akan terjun ke lapangan apabila terjadikasus.
6. Mekanisme
koordinasi antar instansi masih belum jelas sehingga masing-masing instansi belum dapat menjalankan tugas dan
fungsinya dengan baik.
7. Belum adanya peraturan daerah mengenai pengelolaan lingkungan hidup
yang spesifik sesuai dengan karakteristik wilayah
kabupaten Tangerang.
8. Pemberian
penghargaan dan sanksi baik bagi industri yang telah melakukan pemantauan
dan pengelolaan lingkungan maupun yang tidak melaksanakan belum
dilaksanakan, sehingga menimbulkan kecemburuan bagi industri yang telah melaksanakan.
4.2 Saran
1. Koordinasi
dan keterpaduan dalam menetapkan kebijakan antar instansi yang membidangi
masalah industri dan lingkungan perlu ditingkatkan sehingga dapat
digunakan sebagai pedoman oleh pelaku industri untuk mewujudkan industri yang berwawasan lingkungan.
2. Mengikutsertakan
aparat pada dinas/instansi dalam pendidikan dan pelatihan mengenai pengelolaan lingkungan hidup sehingga
semua aparat yang bertugas mempunyai
persepsi yang sama mengenai pengelolaan lingkungan.
3. Perlu adanya
kajian mengenai daya tampung lingkungan yang dapat menjadi dasar kebijakan dalam penyusunan peraturan
daerah.
4. Untuk
meningkatkan kesadaran pelaku industri di bidang lingkungan maka pemberian
penghargaan bagi industri yang telah melaksanakan dan mematuhi aturan dan
pemberian sanksi bagi industri yang melanggar aturan di bidang lingkungan perlu diintensifkan.
5. Sosialisasi
oleh Dinas Lingkungan Hidup tentang kewajiban pengelolaan dan pemantauan
lingkungan yang dilakukan industri dan keterbukaan
informasi oleh industri bersangkutan dengan memberikan dokumen pengelolaan lingkungan kepada kelurahan setempat sehingga dapat meningkatkan kepedulian dan partisipasi masyarakat di sekitar lokasi industri untuk mewujudkan industri yang berwawasan lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA
Adiwibowo, Suryo, Manajemen Lingkungan, Bahan Kuliah pada Pelatihan Dosen-Dosen
Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta Se Jawa-Bali Dalam Bidang AMDAL, 2000.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian, Suatu
Pendekatan Praktek, Rineka Cipta,
Yogyakarta, 2002.
Djajadiningrat, Surna T, Melia Famiola, Kawasan Industri Berwawasan Lingkungan (Eco Industrial
Park), Rekayasa Sains, Bandung, 2004.
Djajadiningrat, Surna
T, Sustainable Future, Indonesia Center for
Sustainable
Development, Jakarta, 2005.
Development, Jakarta, 2005.